Pertanyaan :
Tetangga kami ada yang non-Muslim, tetapi kami hidup berdampingan dengan
rukun. Bahkan kami selalu saling mengunjungi satu sama lainnya, saling
membantu, dan sering berbagi makanan.
Alhamdulillah
bulan ini kami berniat untuk kurban. Yang ingin kami tanyakan,
bagaimana hukumnya membagikan daging kurban kepada orang non-Muslim?
Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Nama dirahasiakan/Ciledug)
Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.Penanya
yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita
semua. Idul Adha memang selalu identik dengan hari raya kurban. Kaum
muslimin yang mampu biasanya menyisihkan sebagain rezekinya untuk
membeli hewan kurban sebagai pengamalan dari ajaran Islam itu sendiri.
Karena memang berkurban itu sendiri sangat dianjurkan.
Jika
seorang Muslim berkurban dan membagikan dagingnya kepada orang miskin
dan para tetangga yang sama-sama Muslim, maka hal itu adalah hal yang
biasa dan tidak menjadi persoalan.
Yang menjadi “gegeran” para
ulama adalah ketika daging kurban itu juga diberikan kepada orang
non-Muslim. Pendapat pertama “ngotot” untuk tidak memperbolehkan
memberikan daging kurban kepada non-Muslim secara mutlak.
Sedang pendapat kedua menyatakan boleh, bahkan menurut keterangan dalam kitab
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab,
dan pendapat ini dianggap selaras dengan ketentuan dalam Madzhab
Syafi’i itu sendiri. Demikian sebagaimana keterangan yang terdapat dalam
kitab
Nihayatul Muhtaj.
لَوْ
ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ أَوْ ارْتَدَّ فَلَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا
كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا , وَيُؤْخَذُ مِنْ
ذَلِكَ امْتِنَاعُ إعْطَاءِ الْفَقِيرِ وَالْمُهْدَى إلَيْهِ مِنْهَا
شَيْئًا لِلْكَافِرِ , إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ
بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ
تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ لَكِنْ فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّ مُقْتَضَى
الْمَذْهَبِ الْجَوَازُ
Artinya, “Apabila seseorang
berkurban untuk orang lain atau ia menjadi murtad, maka ia tidak boleh
memakan daging kurban tersebut sebagaimana tidak boleh memberikan makan
dengan daging kurban kepada orang kafir secara mutlak. Dari sini dapat
dipahami bahwa orang fakir atau orang (kaya, pent) diberi yang kurban
tidak boleh memberikan sedikitpun kepada orang kafir. Sebab, tujuan dari
kurban adalah memberikan belas kasih kepada kaum Muslim dengan memberi
makan kepada mereka, karena kurban itu sendiri adalah jamuan Allah untuk
mereka. Maka tidak boleh bagi mereka memberikan kepada selain mereka.
Akan tetapi menurut pendapat ketentuan Madzhab Syafi’i cenderung
membolehkanya,” (Lihat Syamsuddin Ar-Ramli,
Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Fikr, 1404 H/1984 M, juz VIII, halaman 141).
Logika
yang dibangun untuk mendukung pendapat ini adalah bahwa tujuan kurban
itu sendiri adalah untuk menunjukkan belas kasih kepada orang-orang
Muslim dengan cara memberi makan kepada mereka.
Sebab, hewan kurban adalah jamuan Allah (
dhiyafatullah)
untuk mereka pada hari raya Idul Adha. Konsekuensi logis dari cara
pandangan seperti adalah tidak diperbolehkan memberikan daging kurban
kepada non-Muslim.
Adapun argumentasi yang dibangun untuk
meneguhkan pandangan yang memperbolehkan untuk memberikan daging kurban
kepada orang non-Muslim adalah bahwa berkurban itu merupakan sedekah.
Sedangkan tidak ada larangan untuk memberikan sedekah kepada pihak
non-Muslim.
Namun kebolehan memberikan daging kurban kepada
non-Muslim tidak bisa dipahami secara mutlak. Tetapi harus dibaca dalam
konteks non-Muslim yang bukan harbi (non-Muslim yang tidak memusuhi
orang Islam). Dan bukan kurban wajib, tetapi kurban sunah.
Dengan
kata lain, diperbolehkan memberikan sedekah—termasuk di dalamnya
memberikan daging kurban—selain kepada kafir harbi (non-Muslim yang
memerangi atau memusuhi umat Islam).
فَصْلٌ
: وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا .وَبِهَذَا قَالَ الْحَسَنُ ،
وَأَبُو ثَوْرٍ ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ وَقَالَ مَالِكٌ : غَيْرُهُمْ
أَحَبُّ إلَيْنَا .وَكَرِهَ مَالِكٌ وَاللَّيْثُ إعْطَاءَ النَّصْرَانِيِّ
جِلْدَ الْأُضْحِيَّةِ . وَلَنَا أَنَّهُ طَعَامٌ لَهُ أَكْلُهُ فَجَازَ
إطْعَامُهُ لِلذِّمِّيِّ ، كَسَائِرِ طَعَامِهِ ، وَلِأَنَّهُ صَدَقَةُ
تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ ، كَسَائِرِ
صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ .فَأَمَّا الصَّدَقَةُ الْوَاجِبَةُ مِنْهَا ، فَلَا
يُجْزِئُ دَفْعُهَا إلَى كَافِرٍ لِأَنَّهَا صَدَقَةٌ وَاجِبَةٌ ،
فَأَشْبَهَتْ الزَّكَاةَ ، وَكَفَّارَةَ الْيَمِينِ
Artinya,
“Pasal: dan boleh memberikan makan dari hewan kurban kepada orang
kafir. Inilah pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri,
Abu Tsaur, dan kelompok rasionalis (
ashhabur ra’yi).
Imam Malik berkata, ‘Selain mereka (orang kafir) lebih kami sukai’.
Menurut Imam Malik dan Al-Laits, makruh memberikan kulit hewan kurban
kepada orang Nasrani. Sedang menurut kami, itu adalah makanan yang boleh
dimakan karenanya boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana
semua makanannya, (Lihat Ibnu Qudamah,
Al-Mughni, Beirut, Darul Fikr, cet ke-1, 1405 H, juz XI, halaman 105).
Dari
penjelasan di atas, kita dapat mentarik kesimpulan bahwa dalam soal
hukum memberikan daging kurban kepada non-Muslim ada dua pendapat. Ada
yang melarang secara mutlak, dan ada yang membolehkan tetapi dengan
syarat bukan kurban wajib dan penerimanya bukan kafir harbi.
Demikian
jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Perbanyak sedekah karena sedekah dapat menghindari bala.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.