Surat al-Fath berjumlah 29 ayat yang semuanya
turun dalam konteks perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, memahami ayat
terakhir dalam surat ini juga tidak bisa sepotong-sepotong, karena kita harus
memahami keseluruhan konteks ayat-ayat sebelumnya, plus pemahaman utuh tentang
perjanjian hudaibiyah. Inilah yang dilakukan oleh Imam al-Alusi, pengarang
Tafsir Ruhul Ma’ani yang harus berpanjang lebar menceritakan persitiwa
hudaibiyah sebelum menjelaskan potongan ayat 29 di bawah ini:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”
Kesalahpahaman akibat kegagalan memahami pesan utuh ayat ini sering terjadi dan berpotensi menimbulkan gesekan sosial di masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Kita saksikan sebagian saudara kita yang pasang wajah kusam dan angker kepada non-Muslim atau juga kepada sesama Muslim yang sudah mereka anggap kafir. Tak ada senyum dan tak ada ramah tamah. Mereka bahkan menyalahartikan ayat ini sebagai kewajiban bersikap kasar kepada orang kafir karena kata “keras” dipahami sebagai permusuhan.
Sebagian saudara-saudara kita juga bersikap mencurigai kebaikan orang kafir dan menoleransi keburukan orang Islam karena memahami ayat di atas secara harfiah tanpa memahami konteksnya. Pendek kata, semua tindakan orang kafir dicurigai dan ditolak, dan semua hal yang tidak benar dari sesama Muslim diterima begitu saja.
Konteks ayat di atas adalah suasana ketegangan, bukan ayat di masa tenang atau damai. Jadi, memberlakukan ayat itu dalam konteks keseharian kita berinteraksi sosial tentu kurang pas. Ketika Rasulullah SAW bermimpi memasuki kota Mekkah sebagai sebuah kemenangan yang dekat (fathan qariban), maka para sahabat dan Rasul bersama-sama hendak memasuki kota Mekkah berhaji pada tahun keenam hijriah. Singkat cerita, kaum kafir mekkah menghadang dan memaksa Rasulullah dan sahabat kembali ke Madinah lewat sebuah perjanjian di daerah Hudaibiyah, dimana menurut para sahabat utama seperti Umar bin Khattab, perjanjian tersebut amat sangat merugikan umat Islam.
Sejumlah orang munafik mengambil kesempatan untuk menimbulkan kegaduhan, seperti terekam dalam ayat-ayat awal Surat al-Fath. Allah pun menenangkan umat Islam yang seolah patah semangat bahkan ada pula yang mempertanyakan kebenaran mimpi Rasul sebelumnya. Surat al-Fath turun dalam suasana yang demikian. Di akhir surat, Allah menegaskan kembali kebenaran mimpi Rasul, kepastian kemenangan (yang terbukti saat Fathu Makkah) dan kebenaran bahwa Muhammad itu seorang utusan Allah. Di ayat 29 inilah Allah seolah hendak mengatakan: ‘jangan kalian ribut dan ragu sesama kalian, kalian harus saling berkasih sayang dan berlemah lembut diantara kalian, dan sifat keras dan tegas itu seharusnya ditujukan pada orang kafir bukan pada sesama kalian!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar