23/08/16

MENIMBANG ARGUMEN BACAAN AL-QUR’AN LANGGAM NUSANTARA

Al-Qur`an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Cahayanya menjadi penerang bagi manusia dalam meniti jalan menuju kebahagiaan. Sebagai karunia terbesar, Al-Qur`an menjadi obat penyejuk hati dan rahmat bagi siapa pun, lebih-lebih yang berpegang teguh pada petunjuknya. Tak heran, bila umat Islam sepanjang sejarah berupaya memberi perhatian terhadap segala sesuatu yang terkait Al-Qur`an. Tidak ada kitab apa pun di dunia ini yang mendapat perhatian melebihi perhatian umat Islam terhadap Al-Qur`an, mulai dari tulisan, bacaan dan hafalan, sampai kepada pemahaman dan pengamalan. Tidak berlebihan bila ada pakar yang berkata, Al-Qur`an telah menjadi poros bagi peradaban Islam.

Bacaan Al-Qur`an mendapat perhatian besar, bukan saja karena setiap huruf yang dibaca mendatangkan pahala, tetapi juga karena bacaan yang berkualitas akan menambah keimanan dan ketenangan (QS. Al-Anfal: 2). Ketika dibacakan Al-Qur`an, hati orang beriman akan bergetar, dan kulit pun merinding karena keagungan kalam Tuhan (QS. Al-Zumar: 23). Bahkan, seperti dilukiskan dalam QS. Al-Hasyr: 21 gunung-gunung pun tertunduk khusyuk dan pecah berkeping-keping seandainya Al-Qur`an diturunkan kepadanya.

Bacaan dengan suara yang indah dan merdu, lebih-lebih Al-Qur`an, akan lebih menyentuh dan menambah kekhusyukan hati serta menarik perhatian untuk didengar, sehingga pesan-pesannya lebih mudah diterima. Ibnu al-Qayyim mengilustrasikannya seperti rasa manis yang diletakkan pada obat. Orang tak akan segan meminumnya, sehingga efek obat akan terasa ketika menyentuh titik penyakit yang akan disembuhkannya.

Rasulullah, dalam banyak riwayat disebutkan senang mendengar bacaan Al-Qur`an yang merdu, bahkan menganjurkan untuk memperindah bacaan. Atas dasar itu, para ulama dan qurrâ` (pembaca dan penghafal Al-Qur`an) mencari formula suara bacaan yang merdu, sehingga terciptalah bentuk-bentuk nagham (nada dan irama bacaan) yang dikenal hingga saat ini. Di antara nada dan irama (naghamât) yang sangat populer adalah Bayati, Shaba, Sikah, Jiharkah, Hijaz, Rost dan Nahawand. Adalah Ubaidillah (w. 79 H), putra salah seorang Sahabat Nabi, Abu Bakrah, yang pertama kali membaca Al-Qur’an dengan nada dan irama dalam maqâmât seperti dikenal saat ini.

Dari sekian banyak bentuk nagham, tidak diketahui persis suara indah bacaan generasi pada masa Nabi. Apakah menggunakan nada dan irama/ langgam tertentu, atau tidak. Oleh karenanya, sejak dulu para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan membaca Al-Qur`an dengan lagu. Pertanyaan hukum yang muncul, bagaimana sebenarnya bacaan Nabi Saw dan para Sahabatnya yang dikenal merdu dan indah? Apakah dibolehkan menggunakan lagu dalam bacaan? Keterbatasan transmisi suara bacaan generasi awal Islam, karena belum dikenal alat perekam suara, melahirkan perbedaan pandangan di kalangan ulama.

Bila dengan langgam yang sudah populer saja masih diperdebatkan kebolehannya, lebih-lebih bila menggunakan langgam-langgam baru yang belum dikenal sebelumnya, seperti langgam Jawa, Sunda atau lainnya yang ada di Nusantara. Tak pelak, ketika pada peringatan Isra Miraj di Istana Negara, Jumat, 15 Mei 2015, seorang qari melantunkan bacaan Al-Qur’an dengan cengkok atau langgam Jawa, langkah ini menuai kontroversi. Gagasan ini sebelumnya dilontarkan Menag saat menghadiri Milad ke-18 Bayt Al-Qur`an dan Museum Istiqlal di Jakarta. Ia mengatakan, langgam bacaan Al-Quran khas Nusantara, dengan kekayaan alam dan keragaman etniknya, menarik untuk dikaji dan dikembangkan. Tentu saja dengan tetap memperhatikan kaidah ilmu tajwid.

Sebelum itu, dunia Islam pernah dibuat heboh akibat ulah kreatif putra Indonesia. Avip Priatna,salah seorang konduktor terbaik Indonesia dalam khazanah musik klasik,menggelar konser orkestra “The Symphony of My Life” pada 3 Desember 2011.Dalam konser yang diiringi musik oleh Batavia Madrigal Singers (BMS) dan Paduan Suara Mahasiswa Unika Parahyangan, Avip mengalunkan bacaan QS. Al-Hujurat: 13 yang menjelaskan keragaman suku dan bangsa diiringi irama yang mengharukan dengan dinamika bunyi yang menggetarkan.


Persoalan ini perlu mendapat penjelasan hukum, sebab boleh jadi akan muncul kreativitas baru dalam bacaan Al-Qur`an di bawah semangat melantunkan Al-Qur`an dengan suara merdu. Tulisan ini akan berusaha memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang muncul; 1) Bagaimana sebenarnya bacaan Nabi Saw dan para Sahabatnya yang dikenal merdu dan indah?; 2) Bagaimana sejarah munculnya nagham bacaan Al-Qur`an?; 3) Bagaimana pandangan ulama tentang hukum membaca Al-Qur`an dengan lagu?, dan; 4) Apakah dalam melagukan bacaan dibolehkan menggunakan langgam selain langgam yang sudah populer, seperti langgam Nusantara?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar