Al-Qur`an adalah kitab suci yang
diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia. Cahayanya menjadi
penerang bagi manusia dalam meniti jalan menuju kebahagiaan. Sebagai karunia
terbesar, Al-Qur`an menjadi obat penyejuk hati dan rahmat bagi siapa pun,
lebih-lebih yang berpegang teguh pada petunjuknya. Tak heran, bila umat Islam
sepanjang sejarah berupaya memberi perhatian terhadap segala sesuatu yang
terkait Al-Qur`an. Tidak ada kitab apa pun di dunia ini yang mendapat perhatian
melebihi perhatian umat Islam terhadap Al-Qur`an, mulai dari tulisan, bacaan
dan hafalan, sampai kepada pemahaman dan pengamalan. Tidak berlebihan bila ada
pakar yang berkata, Al-Qur`an telah menjadi poros bagi peradaban Islam.
Bacaan Al-Qur`an mendapat perhatian
besar, bukan saja karena setiap huruf yang dibaca mendatangkan pahala, tetapi
juga karena bacaan yang berkualitas akan menambah keimanan dan ketenangan (QS.
Al-Anfal: 2). Ketika dibacakan Al-Qur`an, hati orang beriman akan bergetar, dan
kulit pun merinding karena keagungan kalam Tuhan (QS. Al-Zumar: 23). Bahkan,
seperti dilukiskan dalam QS. Al-Hasyr: 21 gunung-gunung pun tertunduk khusyuk
dan pecah berkeping-keping seandainya Al-Qur`an diturunkan kepadanya.
Bacaan dengan suara yang indah dan
merdu, lebih-lebih Al-Qur`an, akan lebih menyentuh dan menambah kekhusyukan
hati serta menarik perhatian untuk didengar, sehingga pesan-pesannya lebih
mudah diterima. Ibnu al-Qayyim mengilustrasikannya seperti rasa manis yang
diletakkan pada obat. Orang tak akan segan meminumnya, sehingga efek obat akan
terasa ketika menyentuh titik penyakit yang akan disembuhkannya.
Rasulullah, dalam banyak riwayat
disebutkan senang mendengar bacaan Al-Qur`an yang merdu, bahkan menganjurkan
untuk memperindah bacaan. Atas dasar itu, para ulama dan qurrâ` (pembaca
dan penghafal Al-Qur`an) mencari formula suara bacaan yang merdu, sehingga
terciptalah bentuk-bentuk nagham (nada dan irama bacaan) yang dikenal
hingga saat ini. Di antara nada dan irama (naghamât) yang sangat populer
adalah Bayati, Shaba, Sikah, Jiharkah, Hijaz, Rost dan Nahawand. Adalah
Ubaidillah (w. 79 H), putra salah seorang Sahabat Nabi, Abu Bakrah, yang
pertama kali membaca Al-Qur’an dengan nada dan irama dalam maqâmât
seperti dikenal saat ini.
Dari sekian banyak bentuk nagham,
tidak diketahui persis suara indah bacaan generasi pada masa Nabi. Apakah
menggunakan nada dan irama/ langgam tertentu, atau tidak. Oleh karenanya, sejak
dulu para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan membaca Al-Qur`an dengan
lagu. Pertanyaan hukum yang muncul, bagaimana sebenarnya bacaan Nabi Saw dan
para Sahabatnya yang dikenal merdu dan indah? Apakah dibolehkan menggunakan
lagu dalam bacaan? Keterbatasan transmisi suara bacaan generasi awal Islam,
karena belum dikenal alat perekam suara, melahirkan perbedaan pandangan di
kalangan ulama.
Bila dengan langgam yang sudah
populer saja masih diperdebatkan kebolehannya, lebih-lebih bila menggunakan
langgam-langgam baru yang belum dikenal sebelumnya, seperti langgam Jawa, Sunda
atau lainnya yang ada di Nusantara. Tak pelak, ketika pada peringatan Isra
Miraj di Istana Negara, Jumat, 15 Mei 2015, seorang qari melantunkan bacaan
Al-Qur’an dengan cengkok atau langgam Jawa, langkah ini menuai kontroversi.
Gagasan ini sebelumnya dilontarkan Menag saat menghadiri Milad ke-18 Bayt
Al-Qur`an dan Museum Istiqlal di Jakarta. Ia mengatakan, langgam bacaan
Al-Quran khas Nusantara, dengan kekayaan alam dan keragaman etniknya, menarik
untuk dikaji dan dikembangkan. Tentu saja dengan tetap memperhatikan kaidah
ilmu tajwid.
Sebelum itu, dunia Islam pernah
dibuat heboh akibat ulah kreatif putra Indonesia. Avip Priatna,salah seorang
konduktor terbaik Indonesia dalam khazanah musik klasik,menggelar konser
orkestra “The Symphony of My Life” pada 3 Desember 2011.Dalam konser
yang diiringi musik oleh Batavia Madrigal Singers (BMS) dan Paduan Suara
Mahasiswa Unika Parahyangan, Avip mengalunkan bacaan QS. Al-Hujurat: 13 yang
menjelaskan keragaman suku dan bangsa diiringi irama yang mengharukan dengan
dinamika bunyi yang menggetarkan.
Persoalan ini perlu mendapat
penjelasan hukum, sebab boleh jadi akan muncul kreativitas baru dalam bacaan
Al-Qur`an di bawah semangat melantunkan Al-Qur`an dengan suara merdu. Tulisan
ini akan berusaha memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang muncul; 1)
Bagaimana sebenarnya bacaan Nabi Saw dan para Sahabatnya yang dikenal merdu dan
indah?; 2) Bagaimana sejarah munculnya nagham bacaan Al-Qur`an?; 3)
Bagaimana pandangan ulama tentang hukum membaca Al-Qur`an dengan lagu?, dan; 4)
Apakah dalam melagukan bacaan dibolehkan menggunakan langgam selain langgam
yang sudah populer, seperti langgam Nusantara?

Tidak ada komentar:
Posting Komentar